ACEH UTARA | LINTAS INFO RAKYAT, Acute Flaccid Paralysis (AFP) atau biasa dikenal dengan Lumpuh Layuh Mendadak merupakan kelumpuhan yang sifatnya lemas, terjadi mendadak dalam 1-14 hari dan bukan disebabkan ruda paksa/ trauma yang dialami oleh anak usia kurang 15 tahun. Salah satu penyebab AFP adalah virus Polio. AFP dapat ditularkan dari feses penderita yang mengkontaminasi makanan dan minuman yang dikonsumsi calon penderita.
Polio atau Poliomyelitis dapat dialami oleh siapa saja, tetapi umumnya menyerang anak usia di bawah 5 tahun (balita), terutama yang belum menjalani imunisasi Polio. Selain kelumpuhan permanen, Polio juga bisa menyebabkan gangguan pada saraf pernapasan. Kondisi ini menyebabkan penderitanya kesulitan bernapas.
Kepala Dinas Kesehatan Aceh Utara, Amir Syarifuddin SKM, MM melalui Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), dr. Ferianto, Senin (4/3/2024), bahwa Penyakit Polio disebabkan oleh virus Polio. Virus tersebut masuk melalui rongga mulut atau hidung, kemudian menyebar di dalam tubuh melalui aliran darah. Penyebaran virus Polio dapat terjadi melalui kontak langsung dengan tinja penderita Polio, atau melalui konsumsi makanan dan minuman yang telah terkontaminasi virus Polio. Virus ini juga dapat menyebar melalui percikan air liur ketika penderita batuk atau bersin, tetapi lebih jarang terjadi.
Sebagian besar penderita Polio tidak menyadari bahwa dirinya telah terinfeksi Polio, sebab virus Polio awalnya hanya menimbulkan sedikit gejala atau bahkan tidak menimbulkan gejala sama sekali. Namun, penderita Polio tetap dapat menyebarkan virus dan menyebabkan infeksi pada orang lain. Berdasarkan gejala yang muncul, Polio dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu Polio yang tidak menyebabkan kelumpuhan (nonparalisis) dan Polio yang menyebabkan kelumpuhan (paralisis).
Sebagai bagian dari masyarakat global, Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai target global salah satunya adalah Eradikasi Polio yang ditargetkan untuk dicapai pada tahun 2026. Indonesia beserta negara-negara di South-East Asia Regional (SEARO) lainnya sudah mendapatkan sertifikat bebas Polio pada bulan Maret tahun 2014. Meskipun demikian, ancaman Polio tetap ada melalui importasi virus Polio liar ataupun virus yang bermutasi atau Vaccine-Derived Polio Virus (VDPV) yang muncul akibat cakupan yang rendah dalam waktu yang lama.

Menurut dr. Ferianto, Capaian imunisasi Polio di Aceh Utara Tahun 2022 adalah sebanyak 50%, hal ini berarti masih ada sebanyak 50% anak yang tidak mendapatkan imunisasi Polio. Adanya penolakan dari orang tua dan kurangnya tingkat pemahaman sehingga tidak mengizinkan anaknya untuk di imunisasi, selain itu dampak KIPI yang ditimbulkan pasca imunisasi, membuat orang tua menjadi cemas, meskipun hanya mengalami demam biasa.
Di tengah situasi pandemi yang belum berakhir pada bulan November 2022 di Kabupaten Pidie Provinsi Aceh, ditemukan kasus konfirmasi Poliomyelitis pada anak usia 7 tahun dan pada awal bulan januari 2023 aceh utara jg mmenemukan kasus positif polio pada umur anak 3 tahun yang diakibatkan oleh Vaccine-Derived Polio Virus Type 2 (VDPV2). Oleh karena itu, Komite Ahli Eradikasi Polio dan Komite Penasehat Ahli Imunisasi Nasional (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization) merekomendasikan agar dilakukan pemberian imunisasi novel Oral Polio Vaccine Type 2 (nOPV2) kepada seluruh sasaran anak usia 0 bulan sampai dengan 12 tahun.
Terkait dengan kasus yang telah terjadi di Kabupaten Pidie dan Aceh Utara Provinsi Aceh, maka Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi telah melaksanakan kegiatan ORI (Out Break Respon Immunization) melalui pemberian vaksinasi noPV2, dengan jumlah capaian gelombang I 99,0 % dan gelombang II 86.6%.
Pemetaan Resiko merupakan upaya deteksi dini penyakit infeksi emerging dan dapat menjadi panduan bagi setiap daerah dalam melihat situasi dan kondisi penyakit infeksi emerging sehingga dapat mengoptimalkan penyelenggaraan penanggulangan kejadian penyakit infeksi emerging yang difokuskan pada upaya penanggulangan beberapa parameter resiko utama yang dinilai secara objektif dan terukur. Hasil penilaian pemetaan resiko dapat dijadikan perencanaan pengembangan program pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi emerging khususunya POLIO di Kabupaten Aceh Utara,” Ujarnya, dr. Ferianto.[ADV]

